Jakarta – Menteri Penyertaan Modal sekaligus Kepala Badan Sinkronisasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut, penghiliran atau proses pengolahan lebih lanjut di dalam Indonesia belum 100 persen dilaksanakan secara berkeadilan. Hal ini disampaikannya pada waktu mengisi kuliah umum pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor pada Kamis, 11 Juli 2024.
“Saya jujur menyatakan bahwa hilirisasi sekarang itu belum betul-betul berkeadilan 100 persen. Saya harus jujur di tempat ruangan ini,” kata Bahlil, disitir dari siaran secara langsung YouTube Kementerian Investasi.
Bahlil menyampaikan hal yang disebutkan sebagai jawaban menghadapi pertanyaan salah satu partisipan kuliah umum perihal penghiliran yang tersebut selain berdampak positif, juga pasti berimbas negatif.
Dampak negatifnya dapat berbentuk penggusuran lalu hilangnya lahan. Pengembangan Usaha dapat mengakibatkan penggusuran penduduk lokal kemudian hilangnya lahan pertanian, kehancuran lingkungan, ketimpangan sosial.
Lebih jauh, Bahlil menuturkan, peluncuran penanaman modal yang mengeksplorasi sumber daya alam tentu akan berdampak untuk masyarakat. Bila investasinya terdiri dari produksi tambang seperti nikel, tembaga atau batu bara pasti lahan setempat akan diambil.
“Pasti. Nah, sekarang bagaimana prosesnya? Lahan yang digunakan diambil itu tidak berarti diambil dengan tiada dibayar, semuanya akan dibicarakan antara pemilik tanah dengan investor,” kata Bahlil.
Menurut Balil, sisi keadilan bagi pemerintah pusat kemudian penanam modal sudah ada sangat baik. Namun pada pemindahan ke area memang benar belum maksimal. Begitu pula dengan pemberdayaan pengusaha perusahaan wilayah serta terhadap rakyat juga belum maksimal.
Untuk itu, kata beliau pemerintah harus menimbulkan formulasi yang tersebut tepat guna mengupayakan penanaman modal yang tersebut berkeadilan juga berorientasi pada lingkungan. Bahlil menyebut, formulasi itu sedang disusun.
“Mudah-mudahan. Karena bukan akan kemungkinan besar mendapatkan sebuah kekeliruan atau kelemahan, kalau tidaklah pernah kita memulai. Hilirisasi ini barang baru. Begitu masuk, baru tahu masalahnya. Nah, tugas kami sekarang adalah memperbaiki yang belum sempurna itu.”
Dia melanjutkan, penanaman modal yang digunakan masuk harus melahirkan lapangan pekerjaan dan juga menurunkan ketimpangan. Dia menyatakan ketimpangan pada daerah-daerah penghasil tambang telah mulai berkurang, kecuali apabila penduduk di tempat area yang dimaksud malas.
“Karena ada juga yang digunakan malas. Di Morowali, daerah-daerah di tempat pinggiran tambang itu pendapatan mereka itu minimum per bulan Simbol Rupiah 30 juta, lantaran rumah kos kemudian merek sanggup suplai bahan-bahan makanan. Gaji di area bidang itu sekadar Simbol Rupiah 7 sampai 10 juta,” tutur Bahlil.